Pemuda dan Mahasiswa: Tombak Aceh di Era Digital

Aceh berada di persimpangan sejarah yang menuntut lompatan besar ke depan. Di tengah gemuruh era digital yang begitu cepat, satu hal menjadi sangat jelas: masa depan Aceh tidak bisa dilepaskan dari peran aktif pemuda dan mahasiswa. Mereka bukan hanya pewaris sejarah panjang perjuangan, tetapi juga tombak perubahan menuju Aceh yang lebih adil, cerdas, dan berdaya saing.

Di masa lalu, pemuda Aceh adalah pejuang di medan perang, pengobar semangat kemerdekaan. Kini, medan perjuangan telah berubah: dari hutan dan senjata menjadi ruang digital, data, teknologi, serta narasi publik. Dan di medan baru inilah, pemuda dan mahasiswa Aceh ditantang untuk tetap menjadi yang terdepan.

Era Digital: Peluang Sekaligus Ujian

Revolusi digital membawa peluang luar biasa: informasi melimpah, akses terbuka, dan konektivitas tanpa batas. Tapi semua ini bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan baik. Generasi muda Aceh kini berada di tengah banjir konten, opini liar, hoaks, dan distraksi tanpa akhir.

Maka, yang dibutuhkan bukan hanya melek digital, tapi juga kearifan digital — kemampuan memilih, memilah, dan memanfaatkan teknologi untuk kemajuan daerah. Pemuda tidak cukup menjadi konsumen media sosial. Mereka harus menjadi produsen gagasan, inovasi, dan solusi.

Mahasiswa: Pilar Intelektual, Bukan Hanya Pengamat

Mahasiswa Aceh harus kembali pada jati diri sebagai agen perubahan. Dunia kampus bukan tempat netral. Ia adalah kawah candradimuka pemikiran, tempat ide-ide berani lahir, dan kritik dibangun dengan argumentasi yang cerdas. Jangan biarkan gelar “mahasiswa” hanya sebatas status akademik, tapi jadikan ia sebagai identitas perjuangan untuk rakyat.

Dalam konteks Aceh hari ini, banyak isu mendesak yang membutuhkan keberanian mahasiswa untuk bersuara: kemiskinan, korupsi, lemahnya pendidikan, eksploitasi sumber daya alam, serta ancaman terhadap lingkungan dan identitas budaya. Semua ini menunggu tangan-tangan muda yang jujur dan berani.

Tombak Perubahan: Inovatif, Kritis, dan Berintegritas

Jika Aceh ingin keluar dari ketergantungan pada dana otsus semata, maka solusinya ada di tangan pemuda: membangun ekonomi kreatif, startup lokal, platform edukasi, konten budaya digital, hingga teknologi pertanian dan perikanan yang maju.

Pemuda dan mahasiswa juga harus hadir sebagai penjaga moral publik. Ketika elit politik gagal memegang amanah, saat itulah generasi muda harus berani mengoreksi. Kritik harus cerdas, berbasis data, dan membawa solusi.

Namun, semua ini hanya mungkin jika pemuda tidak larut dalam budaya instan. Bukan saatnya lagi mengandalkan koneksi tanpa kompetensi, atau viral tanpa nilai. Yang dibutuhkan Aceh hari ini adalah pemuda yang berpikir tajam, bergerak cepat, dan tetap berpijak pada nurani.

Saatnya Bergerak

Hari ini, sejarah menunggu. Aceh menanti pemudanya untuk kembali mengambil peran sebagai tombak. Jika generasi sebelumnya telah memerdekakan Aceh dari penjajahan fisik, maka tugas kita hari ini adalah memerdekakan Aceh dari keterbelakangan, dari ketergantungan, dari sikap pasif dan apatis.

Pemuda dan mahasiswa Aceh, jangan diam. Jangan hanya menonton. Jadilah pelaku sejarah.

Karena masa depan Aceh tidak akan datang dengan sendirinya — ia harus dijemput dengan kerja, doa, dan keberanian.

Penulis Azhari Ketua ABMA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *