Kontak Terakhir Sang Panglima Legendaris Gerakan Aceh Merdeka

Oleh : Azhari

Sejarah Aceh selalu diwarnai oleh perlawanan dan darah juang. Di antara banyak nama yang pernah menghuni hutan-hutan rimba Aceh, nama Rahman Paloh tercatat sebagai salah satu panglima lapangan yang disegani. Lelaki berperawakan besar itu adalah bagian dari halaman gelap sekaligus heroik tentang konflik bersenjata Aceh, ketika perlawanan dilakukan dengan senjata di tangan dan kemerdekaan dijadikan harga mati.

Pada 18 April 1997, suara tembakan bersahut-sahutan di kawasan hutan Manyang, Muara Dua, Aceh Utara. Pasukan ABRI yang dipimpin Kapten Madsuni menggulung kelompok kecil pimpinan Rahman Paloh. Setelah lebih dari tiga jam kontak senjata, tubuh Rahman tergeletak bersimbah darah, diterjang dua peluru. Di sisinya, senapan AK-47 — senjata kesayangan yang selalu menemaninya di medan gerilya — tergeletak tak berdaya. Akhir sebuah nama besar yang selama ini menjadi momok sekaligus legenda di kalangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dari Libya ke Hutan Aceh

Tak banyak yang tahu, Rahman Paloh pernah terbang ke Libya, bergabung dengan gelombang pelatihan militer rahasia. Sekitar tahun 1989–1991, ia bersama sejumlah tokoh perlawanan Aceh lainnya digembleng cara bertempur, menyusun strategi perang gerilya, hingga bongkar pasang senjata. Di sanalah ia ditempa menjadi pejuang lapangan yang kelak menjadi Panglima Muda Wilayah Pase. Keterampilan menyelundupkan senjata, merekrut anggota, dan membangun jaringan perlawanan menjadikan Rahman sosok yang sangat dihormati, bahkan oleh Hasan Tiro, pemimpin tertinggi GAM yang bermukim di Swedia.

Foto-foto lama menunjukkan Rahman dengan tubuh tegap, memanggul senapan AK-47, granat di pinggang, dan peluru melingkari tubuhnya. Piring tatto di lengan kanannya menjadi penanda yang mudah dikenali. Namanya semakin besar ketika ia berhasil menyatukan kelompok-kelompok kecil perlawanan di hutan perbatasan Aceh Utara dan Aceh Timur.

Patah Satu, Tumbuh Seribu?

Kematian Rahman Paloh saat itu menjadi pukulan telak bagi GAM, terutama di kawasan Aceh Utara. Sosok pengendali lapangan, perekrut militan, dan ahli selundupan senjata itu sulit tergantikan dalam waktu singkat. Jabatan Panglima Muda Pase sempat lowong, kekuatan sayap militer terguncang. Sejumlah tokoh senior GAM mengakui, kepergian Rahman membawa serta banyak informasi jaringan dan peta kekuatan yang belum sempat diwariskan.

Namun, seperti pepatah Aceh, “Patah satu, tumbuh seribu,” perlawanan bersenjata di Aceh tak serta-merta padam. Rahman memang gugur, tapi bara perlawanan masih menyala. Generasi baru gerilyawan muncul, konflik bersenjata terus bergulir hingga memasuki era Darurat Militer 2003 dan baru benar-benar berhenti pasca penandatanganan MoU Helsinki 15 Agustus 2005.

Refleksi: Perang dan Damai di Aceh

Kini, lebih dari dua dekade setelah Rahman Paloh gugur, Aceh telah berubah. Bendera perang diganti diplomasi, senapan diganti pena. Namun kisah para pejuang gerilya seperti Rahman Paloh tetap menjadi bagian penting sejarah Aceh yang tak boleh dilupakan. Mereka adalah cermin luka, harga sebuah perlawanan, sekaligus pelajaran tentang makna perjuangan.

Hari ini kita boleh bertanya: apa yang tersisa dari pengorbanan mereka? Apakah damai yang kita nikmati hari ini telah sebanding dengan darah dan nyawa yang tumpah di hutan-hutan Aceh? Apakah generasi sekarang masih peduli pada narasi panjang perjuangan Aceh atau justru mulai melupakannya?

Rahman Paloh, dalam segala kontroversinya, adalah potongan penting mozaik perlawanan Aceh. Ia pergi dengan senapan di tangan, nama di medan tempur, dan keyakinan di dada. Mungkin inilah saatnya kita tak sekadar mengenang, tapi juga merenungi. Bahwa perlawanan bukan sekadar soal senjata, tapi keberanian membela harga diri, hak, dan tanah air.

Semoga Aceh yang hari ini damai, bisa lebih bijak memaknai sejarahnya. Agar kisah seperti Rahman Paloh menjadi pelajaran, bukan sekadar kabar buram masa lalu.

AcehMerdeka #RahmanPaloh #PerjuanganAceh #SejarahAceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *